TIMES MOJOKERTO, PALEMBANG – Beberapa waktu terakhir, marak kreator konten yang menggunakan salah satu logo televisi Indonesia, yaitu Indosiar. Kreator konten berduyung-duyung membuat parodi dari salah satu acara yang ditayangkan oleh Indosiar karena salah adanya beberapa adegan dalam acara tersebut dianggap oleh masyarakat tidak masuk akal, seperti tukang fotokopi keliling.
Tidak hanya tukang fotokopi keliling, kreator konten lebih kreatif dengan menyajikan berbagai pelayanan jasa lainnya dengan dijajakan secara keliling. Parodi yang dilakukan oleh netizen ini menyulut balasan dari Indosiar. Indosiar pun merilis peringatan keras terkait penyalahan logo dan program, termasuk berbagai parodi yang beredar di media sosial. Tidak hanya itu, Indosiar pun mengumumkan bahwa logo, simbol, moto, dan program (termasuk tidak terbatas pada judul, nama peran, cuplikan program) dan semua hak yang menggunakannya adalah milik eksklusif Indosiar melalui akun Instagramnya.
Indosiar mengklaim bahwa penggunaan logo dan hal lainnya tanpa izin baik untuk kepentingan pribadi maupun dipublikasi di berbagai media, khususnya di media sosial adalah perbuatan yang melanggar hak kekayaan intelektual.
Informasi yang dipublikasikan oleh Indosiar di akun Instagramnya tentunya menuai berbagai pandangan dari masyarakat yang mendukung adanya penolakan atas penyalahgunaan logo atau programnya. Namun, ada pula masyarakat yang menyayangkan bahwa banyaknya parodi yang dibuat oleh kreator konten merupakan sebuah kritik untuk Indosiar bahwa Indosiar semestinya memberikan berbagai tayangan yang tidak hanya menghibur, tetapi juga adanya nilai edukasi di dalamnya. Indosiar semestinya memiliki tanggung jawab moral untuk menciptakan tayangan yang berkualitas dan tidak hanya mengejar profit belaka.
Seperti dua mata koin, pembahasan kali ini menekankan pada Indosiar yang akan menuntut HAKI atas penyalahgunaan logo dan programnya. Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan sekumpulan hak-hak hukum yang melindungi karya-karya kreatif dan inovatif seseorang atau suatu entitas. HAKI memberikan pemilik hak eksklusif atas karya intelektual mereka, yang meliputi hal-hal seperti penemuan, karya seni, desain, merek dagang, dan hak cipta.
Jika membahas terkait dengan logo, HAKI yang dimaksud oleh Indosiar adalah terkait dengan merek dagang. Hal ini dilakukan oleh Indosiar untuk mengidentifikasi produk atau layanan tertentu. Merek dagang memberikan pemilik hak eksklusif untuk menggunakan dan melindungi merek dagang mereka dari penggunaan yang tidak sah oleh pihak lain. HAKI bagi sebuah lembaga atau perusahaan merupakan hal yang sangat penting karena HAKI memiliki nilai ekonomi yang signifikan. Hak eksklusif yang diberikan oleh HAKI memungkinkan pemilik untuk mengontrol penggunaan dan eksploitasi karya tersebut, termasuk penjualan, lisensi, atau kerja sama bisnis.
Dengan demikian, HAKI membantu melindungi investasi dan memberikan insentif bagi para pencipta atau pemilik hak untuk memanfaatkan karya mereka secara komersial. HAKI pun menciptakan lingkungan yang adil bagi para pelaku bisnis dan pencipta. Dengan melindungi karya-karya intelektual, HAKI mencegah penggunaan atau reproduksi ilegal yang dapat merugikan pemilik hak. Ini mendorong persaingan yang sehat dan melindungi inovasi dari penyalahgunaan atau penjiplakan oleh pihak lain.
Kasus rilis Indosiar menunjukkan bahwa HAKI menjadi sebuah hal penting untuk dipahami bersama. Pelanggaran HAKI juga memiliki implikasi sosial dan budaya yang serius. Penyebaran produk bajakan atau penjiplakan karya seni dan budaya mengurangi apresiasi terhadap karya asli, mengabaikan hak moral pencipta, dan mengancam keberlanjutan industri kreatif.
Parodi di Indonesia sudah terjadi sejak lama, misalnya Kompas yang hampir setiap minggu memuat tulisan Samuel Mulya tentang berbagai parodi dari macam-macam topik. Parodi dapat dipahami sebagai seni pengungkapan sesuatu dengan kritik atau ejekan melalui komentar terhadap karya orang lain. HAKI di Indonesia diatur melalui UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, mengambil, mengutip, meminjam karya orang lain untuk menghasilkan suatu karya cipta baru tanpa izin.
Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, tidak ada satu kata pun yang menjelaskan tentang parodi, baik tersurat maupun tersirat. Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh Purbasari (2016) bahwa hasil karya parodi dapat berbentuk puisi, lagu, film, video, stand up comedi dan lain-lain, dipahami bahwa parodi adalah sebuah karya seni. Namun, parodi yang diciptakan dengan cara mengambil, mengutip, meminjam karya orang lain yang terkenal dan lebih dulu ada untuk menghasilkan suatu karya cipta baru tanpa izin dilarang.
Dengan kata lain, parodi melanggar hak moral pencipta karena hak ini sifatnya abadi walaupun hak ekonominya sudah diberikan kepada pihak lainnya. Purbasari () mengungkapkan bahwa parodi merupakan objek karya seni yang tentunya dilindungi oleh karya seni. Penggunaan karya seni orang lain tanpa adanya izin untuk membuat karya cipta baru merupakan karya cipta yang melanggar hak moral pencipta. Namun, adanya doktrin 'penggunaan yang pantas' membuat parodi tidak mendapatkan sanksi pelanggaran hak cipta dalam Common Law. Pada umumnya, parodi tidak menggantikan karya asli karena keduanya memiliki pangsa pasar yang berbeda, contohnya adalah program Indosiar dengan parodi program Indosiar.
Jadi, semuanya tergantung pada kreator kontennya, apakah ingin menghasilkan baru dari karya lama seseorang tanpa izin atau dengan izin atau pantas dan tidak pantas?
***
*) Oleh: Roma Kyo Kae Saniro, Dosen Sastra Indonesia Universitas Andalas.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Pewarta | : |
Editor | : Ronny Wicaksono |